Ilustrasi pelumas otomotif. (Foto: Dok. Perdippi)
CATATANJURNALIS.COM – Perlawanan pada ‘pelumas otomotif wajib SNI (Standar Nasional Indonesia)’ masih terus mengalir dari Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (Perdippi). Paling baru, Perdippi melalui keterangan resminya, Selasa (23/4), mempertanyakan legalitas SNI yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro).
Pelumas otomotif wajib SNI diatur pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018. Di dalam aturan ini menetapkan produsen yang ingin mendapatkan sertifikat SNI buat produk pelumasnya wajib disertifikasi LSPro yang telah diakreditiasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Perdippi menyatakan “ada beberapa ketidak-sesuaian, kejanggalan, ketidaksinkronan dan dualisme antara pelaksanaan sertifikasi tersebut dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan sektor Minyak dan Gas Bumi beserta turunannya yang berlaku”.
Ada tiga pernyataan soal sertifikasi LSPro dari Perdippi:
1. Uji yang dilakukan LSPro untuk menerbitkan izin menggunakan Tanda SNI Pelumas hanya bersifat parsial yakni uji fisika kimia tanpa uji unjuk kerja.
Padahal, SNI Pelumas yang telah diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) melalui proses panjang, yaitu dirumuskan melalui proses dua tahunan oleh Sub Komite Teknis, lalu disetujui melalui Forum Konsensus Nasional yang lalu ditempatkan di website BSN untuk jajak pendapat umum dan baru sesudah semua pihak menyetujui diterbitkan oleh BSN sebagai SNI resmi.
Rumusan SNI secara tegas menetapkan untuk diberi SNI, sebuah produk PERLU pengujian lengkap terhadap seluruh ketentuan SNI bersangkutan dalam hal pelumas tidak cukup dengan uji fisika kimia saja, tetapi juga harus menjalani uji unjuk kerja.
“Persyaratan yang ditetapkan untuk SNI Pelumas, yakni uji fisika kimia itu sudah diberlakukan dalam NPT (Nomor Pelumas Terdaftar) Wajib. Jadi yang kami pertanyakan, hanya dengan uji fisika kimia seperti yang dilakukan dalam NPT Wajib langsung dapat diberikan hak untuk mencantumkan Tanda SNI. Legalitas pemberlakuan SNI inilah kami pertanyakan,” ungkap Ketua Dewan Penasehat Perdippi, Paul Toar.
2. Sesuai dengan ketentuan dari BSN bahwa lembaga yang melakukan sertifikasi diharuskan sudah terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Apakah LSPro sudah terakreditasi oleh KAN?
Menurut Paul, akreditasi LSPro juga tidak boleh dilakukan oleh lembaga di luar itu. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional.
Peraturan ini menyatakan bahwa LSPro yang memberikan sertifikasi produk penggunaan tanda SNI harus diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Dan untuk pengoperasian penggunaan tanda SNI tersebut juga didasarkan pada nota kesepakatan antara Badan Standarisasi Nasional (BSN) dengan KAN,” terang Paul.
“Dan wewenangnya – lembaga sertifikasi pelumas tersebut – berada di bawah menteri teknis yang terkait dengan sektor minyak dan gas bumi, beserta turunannya,” jelas Paul.
3. Tentang kewajiban uji fisika kimia. Persyaratan yang ditetapkan oleh BSN untuk SNI itu, selama ini telah diberlakukan dalam Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) Wajib.
Sementara, dalam rapat koordinasi antara Kantor Menteri Koordinator Perekonomian dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian, BSN, KAN, dan Lembaga Minyak dan Gas Bumi pada tanggal 5 April 2019 hasilnya menegaskan, selama masih belum ada uji unjuk kerja dari produk pelumas, maka yang diberlakukan adalah NPT.
Jadi, yang perlu dipertanyakan hanya dengan ujifisika kimia seperti yang dilakukan dalam NPT Wajib, langsung dapat diterbitkan izin menggunakan Tanda SNI. Legalitasnya kita pertanyakan?
Pendirian Perdippi
Perdippi tetap pada pendiriannya bahwa NPT yang ditetapkan di Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 53 Tahun 2006 sudah cukup menetapkan standar dan mutu (spesifikasi) pelumas yang dijual di dalam negeri. Sehingga Pelumas wajib SNI tidak diperlukan.
Perdippi telah mengajukan permohonan uji materi Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 25 Tahun 2018 kepada Mahkamah Agung (MA) pada 8 Februari 2019. Permohonan itu tercatat dengan nomor register 22 P/HUM/2019.
Sebulan setelah pengajuan itu, Direktur Industri Kimia Hilir Direktorat Jenderal Kemenperin Taufiek Bawazier merespons dengan mengatakan tidak masalah regulasi pelumas wajib SNI diadukan ke MA.
Taufiek menyebut Kementerian Perindustrian punya otoritas mengeluarkan regulasi itu.
“Di PP 36 tahun 2004 turunan UU Migas jelas pelumas dan produk-produk petrokimia wewenang Kementerian Perindustrian dan kami sangat Harmonis dengan Kementerian ESDM,” ujar Taufiek, Selasa (12/3).
Perdippi memiliki 125 anggota yang berasal dari kalangan importir pelumas, di antaranya Top1, BM1, Mobil1, Aral, United Oil, Liger, STP, Total Oil, hingga Chevron. Menurut Taufiek satu per satu anggota Perdippi mulai mendaftarkan produknya agar punya sertifikat SNI.
Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.