Kominfo Minta Data Pilpres Lembaga Survei Tak Bikin GaduhIlustrasi. (CNN Indonesia/Kustin Ayuwuragil)

CATATANJURNALIS.COM – Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemkominfo) meminta kepada setiap lembaga survei untuk menyajikan data pemungutan suara Pemilu 2019 yang telah terverifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini diperlukan sehingga tidak membuat kegaduhan di kalangan masyarakat.

“Imbauan kami, kami menyambut baik semua partisipasi masyarakat yang ingin menjaga kualitas demokrasi di Indonesia, berpartisipasi memantau dan membantu Bawaslu semuanya harus dalam koordinator hukum,” kata Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) Semuel Abrijani Pangarepan di kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa (23/4).

“Karena kalau menyajikan suatu informasi apalagi hasil Real Count harus terverifikasi [verifikasi KPU]. Jangan sampai menimbulkan suatu yang justru akan membuat keresahaan apalagi kalau diidentifikasi ada data-data palsu masuk membuat suasana jadi gaduh,” sambungnya.Lebih lanjut kata Semuel, setiap lembaga survei yang membagikan informasi terkait Pemilu itu juga dibatasi oleh Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Hal itu ia sampaikan terkait pemblokiran situs Jurdil 2019 yang diduga melakukan tindakan yang menyalahgunakan Sertifikat Akreditasi Nomor 063/BAWASLU/IV/2019 yang dikeluarkan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dalam kesempatan yang sama, anggota Bawaslu RI Fritz Edward Siregar mengatakan sertifikat tersebut hanya dapat digunakan oleh PT Prawedanet Aliansi Teknologi untuk tujuan pemantauan pemilu.

“Bawaslu menilai PT Prawedanet Aliansi Teknologi telah menyalahgunakan Sertifikat Akreditasi Nomor 063/BAWASLU/IV/2019. Sertifikat itu hanya dapat digunakan untuk tujuan pemantauan Pemilu,” kata Fritz.

“Sedangkan melalukan hasil Quick Count merupakan kegiatan survei yang hanya boleh dilakukan oleh lembaga survei yang telah terdaftar di KPU,” sambungnya.

Bawaslu mengindikasi bahwa Jurdil 2019 bersikap tidak netral dan menunjukkan keberpihakan kepada salah satu paslon capres dan cawapres tertentu.

Selain itu situs Jurdil 2019 dinilai melakukan kegiatan yang menganggu proses pelaksanaan Pemilu dan mencampuri pelaksanaan tugas dan wewenang penyelenggara Pemilu.

“Pada faktanya, PT Prawedanet Aliansi Teknologi melakukan Quick Count dan mempublikasikan hasil tersebut melalui Bravo Radio dan situs www.jurdil2019.org dalam aplikasi maupun video tutorial di aplikasi Jurdil 2019, yang memuat gambar atau simbol pendukung relawan salah satu paslon,” pungkas Fritz.

Demikian berita ini dikutip dari CNNINDONESIA.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *