Wakil Ketua KPK Saut Situmorang (kanan) dan Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat jumpa pers terkait penetapan Dirut PLN Sofyan Basir sebagai tersangka di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/4/2019). (Antara/Benardy Ferdiansyah)
CATATANJURNALIS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan kronologi terkait penetapan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir (SFB) sebagai tersangka suap terkait kesepakatan kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.
"Pada Oktober 2015, Direktur PT Samantaka Batubara mengirimkan surat pada PT PLN yang pada pokoknya memohon pada PT PLN (Persero) agar memasukkan proyek (PLTU Riau-1) dimaksud ke dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) namun tidak ada tanggapan positif," kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa.
Sofyan diduga menerima suap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo.
"Hingga akhirnya, Johannes Kotjo mencari bantuan agar diberikan jalan untuk berkoordinasi dangan PT PLN untuk mendapatkan proyek "Independent Power Producer" (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau-1 (PLTU MT Riau-1)," ucap Saut.
Diduga, lanjut Saut, telah terjadi beberapa kali pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu Sofyan Basir, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo membahas proyek PLTU.
"Tahun 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), dalam pertemuan tersebut diduga SFB telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek di Riau (PLTU Riau-1) karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat," tuturnya.
Kemudian, kata Saut, PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2×300 MW masuk dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN.
"Johannes Kotjo meminta anak buahnya untuk siap-siap karena sudah dipastikan Riau-1 milik PT Samantaka," kata Saut.
Setelah itu, kata Saut, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.
"Sampai dengan Juni 2018, diduga terjadi sejumlah pertemuan yang dihadiri sebagian atau seluruh pihak, yaitu SFB, Eni Maulani Saragih, dan Johannes Kotjo serta pihak lain di sejumlah tempat seperti hotel, restoran, kantor PLN, dan rumah SFB," ujar Saut.
Demikian berita ini dikutip dari ANTARANEWS.COM untuk dapat kami sampaikan kepada pembaca sekalian.