Bandung – (CJ) – Menyikapi kasus penganiayaan yang dilakukan sejumlah oknum anggota polisi terhadap dua orang wartawan peliput aksi unjuk rasa ratusan buruh di Bandung, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pers Republik Indonesia Hence Mandagi mengecam keras tindakan brutal tersebut. Menurut Mandagi, aparat kepolisian seharusnya melindungi wartawan saat melakukan peliputan bukannya malah dianiaya.
Mandagi juga mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jendral Polisi Tito Karnavian segera menindak tegas anak buahnya yang melakukan tindakan kekerasan dan menghalang-halangi tugas wartawan saat aksi unjuk rasa ratusan buruh di Kota Bandung.
“Kami menantang Kapolri menerapkan sanksi pidana dan denda sebesar 500 juta rupiah sesuai UU Pers terhadap oknum anggota polisi yang menganiaya dan menghalangi tugas wartawan saat tengah meliput petingatan hari buruh di Bandung,” tandas Mandagi.
Sebab, menurutnya lagi, pasal 18 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers secara tegas menyebutkan, “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000.”
“Atas dasar itu Kapolri harus mampu membuktikan pihaknya tegas dan tidak berusaha melindungi anak buahnya,” imbuhnya.
Sebab menurut Mandagi, kekerasan terhadap wartawan dan upaya menghalangi tugas wartawan sering kali hanya berujung permohonan maaf dan atau dikenakan pidana umum bukan sanksi pidana berdasarkan UU Pers.***
Kronologis kekerasan terhadap jurnalis di hari buruh internasional di Bandung
Rabu, 1 Mei 2019, fotografer Tempo Prima Mulia dan jurnalis freelance Iqbal Kusumadireza (Reza) sedang meliput peringatan hari buruh internasional yang berpusat di Gedung Sate.
Sekitar pukul 11.30, Reza dan Prima berkeliling sekitar Gedung Sate untuk memantau kondisi pergerakan massa buruh yang akan berkumpul di Gedung Sate. Saat tiba di Jalan Singaperbangsa, sekitar Dipatiukur, Prima dan Reza melihat ada keributan antara polisi dengan massa yang didominasi berbaju hitam-hitam.
Reza dan Prima mengaku melihat massa berbaju hitam tersebut dipukuli oleh polisi. Melihat kejadian tersebut, keduanya langsung membidikan kamera ke arah kejadian tersebut. Setelah pindah lokasi untuk mengabadikan gambar yang lain, Reza tiba-tiba dipiting oleh seorang anggota polisi. Menurut Reza polisi tersebut dari satuan Tim Prabu Polrestabes Bandung.
Menurut Reza anggota Tim Prabu itu menggunakan sepeda motor Klx berplatnomor D 5001 TBS
Saat dipiting, Reza dibentak dengan pertanyaan “dari mana kamu?” Reza langsung menjawab “wartawan”. Lalu menunjukan id pers nya. Lalu polisi tersebut malah mengambil kamera yang dipegang Reza sambil menginjak lutut dan tulang kering kaki kanannya berkali-kali.
“Sebelum kamera diambil juga udah ditendang-tendang. Saya memepertahankan kamera saya. Sambil bilang saya jurnalis,” kata Reza.
Kaki kanan Reza menglami luka dan memar.
Setelah menguasai kamera Reza, polisi tersebut menghapus sejumlah gambar yang sudah diabadikan Reza.
Sedangkan Prima Mulia mengalami hal yang sama. Hanya saja, Prima tidak mendapat kekerasan fisik dari polisi. Prima mengaku disekap oleh tiga orang polisi. Dia diancam dan foto-fotonya dihapus. Salah satu polisi itu mengatakan “Mau diabisin?”
“Rombongan pertama pendemo di jln bagus rangin tiba2 rusuh. Massa kocar kacir.polisi tangkepin demonstran sambil dihajar. Saya sama Reza bisa masuk utk ambil gambar kekerasan oleh polisi. Wartwan lain dicegat gak boleh masuk area kerusuhan. Polisi ngehajar demo strange sambil nembak senjata ke udara berkali Kali ke udara Saat ngambil gambar itulah Saya ditangkep 3 org polisi preman sambil ngancam Dan minta gambar dihapus. Dari situ Saya liat Reza mengalami kekerasan fisik Dan didorong sampai jatuh. Semua file foto dihapus,” kata Prima.
Konfirmasi
Ketua Umum DPP SPRI Hence Mandagi
HP. 081340553444
P:(Rls)