Lampung(CJ) – Ditulis oleh Rosim Nyerupa tokoh pemuda sekaligus penggiat sosial dan budaya berdasarkan dokumen catatan arsip keluarga dan penuturan anak-anaknya

H. Hifni merupakan salah satu putera terbaik Bumi Lampung. Ia merupakan pejuang asal Lampung yang terdaftar sebagai anggota perintis Kemerdekaan Republik Indonesia sesuai dengan Surat Keputusan No. Pol 31/PK/61 tanggal 22 Juli 1961.

Hal tersebut ditulis Rosim Nyerupa penggiat sosial dan budaya di Lampung dalam tulisan berjudul Hifni Pejuang Perintis Kemerdekaan asal Lampung.

Ikhtiarnya dalam perjuangan melawan penjajah mampu menggoreskan tinta emas yang mencatat namanya dalam deretan pejuang di tanah air. Keberhasilannya dalam perjuangan gerilya membela kemerdekaan negara Republik Indonesia mendapat penghargaan oleh Presiden Soekarno.

Bertepatan pada hari peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1958 silam, Ir. Soekarno melalui surat tanda jasa pahlawan oleh Presiden sekaligus Panglima Tertinggi Angkatan Perang RI Nomor 98406 menganugerahkan Tanda Jasa Pahlawan atas pengorbanan dan perjuangannya membela kemerdekaan Negara.

H. Hifni lahir pada tanggal 1 Januari 1901 di Desa Sukadana Ilir Kecamatan Sungkai Selatan Kabupaten Lampung Utara. Merupakan putera dari tokoh penyimbang adat di Sungkai Bunga Mayang. Ayahnya bernama M. Noor seorang Kepala Desa diera penjajahan bergelar Pesirah Ratu dan ibunya bernama Hodijah.

H. Hifni memiliki dua orang istri. Ia melepas masa bujangnya pada tahun 1930 menikah dengan anak perempuan seorang Pesirah di Pubian Lampung Tengah, pemilik nama Magnoni. Bersama Magnoni dianugerahi satu orang putera, rumah tangganya hanya bertahan sampai 4 tahun. Ia harus merelakan kepergian sang istri menghadap Ilahi, Magnoni meninggal dunia karena sakit pada tahun 1934. Satu tahun kemudian, Ia menikah lagi dengan seorang gadis bernama Hafsah, Gadis pilihan yang berasal dari Sunkai Bunga Mayang. Dari buah cintanya H. Hipni dianugerahi 10 orang anak, 4 putera dan 6 puteri.

H. Hifni wafat dalam usia 82 tahun. Ia meninggal pada hari Minggu, 1 Maret 1992 sekitar pukul 13:45 WIB di Rumah Sakit Abdul Muluk karena sakit komplikasi jantung dan darah tinggi. Ia dikebumikan melalui upacara militer di taman pemakaman keluarga Ketapang Lampung Utara atas wasiat terhadap anak-anaknya.

Masa kecil H. Hifni habis dikampung halamannya. Menempuh pendidikan S.R.V yakni Sekolah Rakyat pada masa kolonial saat itu, tamat pada tahun 1928. Sejak kecil, jiwa pemimpin dan pemberani memang sudah nampak pada dirinya. Selain cerdas, ia juga kerap kali memimpin teman- teman di sekolah maupun dilingkungan rumah tempat tinggalnya. Pada zaman dahulu hingga sekarang, pendidikan agama untuk anak bagi orang tua memang sangat diutamakan. Tidak heran saat setelah ia menamatkan masa belajarnya di S.R.V H. Hipni melanjutkan pendidikan di Darul Ulum, sekolah agama yang ada di Desa Negara Tulang Bawang saat itu. Berdasarkan penuturan anaknya, Bahkan beliau sempat mondok di Pondok Pesantren milik KH. Gholib di Pringsewu.

Kobaran jiwa nasionalisme yang kuat dengan dilandasi pengetahuan agama yang dalam membawa H. Hifni merupakan salah satu pejuang yang menarik perhatian Presiden Soekarno hingga di era Orde Baru Jenderal Soeharto.

Debutnya didunia politik sejak usia 17 tahun, Pada tahun 1930 – 1933 H.Hipni pernah mengikuti kursus pimpinan politik yang diselenggarakan oleh Syarekat Islam milik guru besar bangsa H.O.S Tjokroaminoto selama kurang lebih tiga tahun mengikuti pendidikan politik dari pemimpin Syarikat Islam. Tokoh bangsa saat itu juga ada H. Agus Salim dan Soerjopranoto.

Pada era pra-kemerdekaan waktu itu tokoh seperti H.O.S Tjokroaminoto sangat gencar-gencarnya untuk memberikan pendidikan politik kepada rakyat melalui organisasi pergerakan nasional yang bermula bergerak dari segmentasi agama dan ekonomi rakyat yang bernama Sarekat Dagang Islam Sarekat Dagang Islam didirikan di Solo pada tahun 1905 dan kemudian dikenal dengan Sarekat Islam. Kemudian perlawanan terhadap kolonial semakin jelas dengan dibentuknya Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII) pada tahun 1923 kala itu.

H. Hifni memainkan peranan penting dalam perjuangan merintis kemerdekaan dari wilayah Sumatera Bagian Selatan. Sepulang mengikuti pendidikan di Jawa, H. Hipni mulai bergerilya untuk memberikan perlawanan terhadap penjajah Belanda agar Pemerintah Kolonial melihat bahwa gejolak perlawanan itu sudah menyala di berbagai daerah termasuk di Bumi Lampung sendiri.

H. Hifni terus melawan dan menyerukan kepada rakyat bahwa perlawanan akan lebih berarti jika rakyat dapat menyatukan kekuatannya untuk mengusir penjajah. Perlawanan yang cukup heboh dilakukan saat terjadinya peristiwa pemutusan jembatan penghubung jalan transportasi dengan memasang granat dijembatan Pal Putih di Batu Raja sehingga belanda terhambat masuk ke daerah Palembang.

Gerakan tersebut dilakukan atas inisiatif H. Hipni yang menggerakkan rakyat pasca mendapatkan informasi belanda akan masuk kembali ke wilayah Sumatera Selatan. Lambat laun, Gerakan baik secara senyap maupun terang-terangan H. Hipni nampaknya mulai tercium oleh Belanda.

Pemerintah Kolonial mulai memperhatikan gerak-gerik H. Hipni dan menganggap H. Hipni sebagai ancaman bagi mereka, Kemudian Pemerintah Kolonial akhirnya menahan H. Hifni dipenjara selama 21 hari pada 28 Oktober – 20 November 1933 karena menghasut rakyat untuk melawan Pemerintah Hindia Belanda. Tidak hanya itu, Keberhasilannya dalam membakar semangat massa rakyat membuat Pemerintah Kolonial menjatuhkan hukuman 18 bulan penjara dengan status tahanan luar kepada H. Hipni untuk membatasi ruang geraknya di daerah Baturaja Sumatera Selatan dalam mensyiarkan perlawanan terhadap penjajah kepada rakyat.

H. Hipni makin menunjukkan keinginan untuk memerdekakan bangsanya, melalui organisasi politik, Menjelang kemerdekaan, Pada tahun 1933 ia dipercaya menjabat Ketua Dewan Cabang Partai Sarekat Islam Indonesia {PSII} Ketapang Lampung Utara, H. Hipni juga pada tahun 1933 – 1942 menjabat sebagai Anggota Dewan Marga di Negeri Sungkai, kemudian pada tahun 1942-1945 menjadi Kepala Kampung Sukadana Ilir, Lampung Utara.

Tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari besar bagi bangsa Indonesia, dimana pada hari itu dikumandangkannya proklamasi kemerdekaan dan berkibarnya bendera merah putih yang ditenun dengan jerih payah serta tumpah darah para pejuang untuk mewujudkan cita-cita mulia merdeka. Tentu negara yang baru saja berdiri tersebut membutuhkan konsolidasi kolektif besar-besaran untuk mempertahankan kemerdekaan dari gangguan-gangguan para penjajah.

H. Hipni tidak tinggal diam, Ia ingin terus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan yang pada saat itu tentu sangat riskan terhadap gangguan penjajah, H. Hipni pada September 1945 pernah ditunjuk sebagai Ketua Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Negara Ratu yang bermarkas di Ketapang, Kemudian mengikuti pendidikan opsir / perwira angkatan pertama selama 3 bulan di Langkapura, Bandar Lampung mulai dari bulan Desember 1945 hingga Februari 1946.

Dibawah pimpinan Mayor Jenderal Soebardjo Waluyo, Hipni resmi menjadi anggota perintis Tentara Nasional Indonesia di Lampung. Sayang, kariernya di militer hanya berusia 5 tahun, Hipni memutuskan berhenti dengan hormat dari TNI dengan menyandang pangkat terakhir sebagai Sersan Mayor per tanggal 29 Februari 1950 atas permintaan ibunya karena pertimbangan keluarga dan keamanan.

Pensiun dini dari dunia militer membuat H. Hipni hijrah ke dunia pemerintahan, H. Hipni diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada 1 April 1950 di Biro Politik Daerah tingkat II di Kabupaten Lampung Utara.

Dalam dunia politik, H. Hipni juga pernah menduduki kursi legislatif sebagai Anggota DPRD Tingkat II Lampung Utara periode 1951-1957. Setelah menjadi Anggota DPRD, H. Hipni ditugaskan menjadi pegawai di Komando Markas Kota Besar (KMKB) di Palembang yang pada saat itu dipimpin oleh Mayor Jenderal Mussanif Ryacudu, ayah dari Jenderal Ryamizard Ryacudu Menteri Pertahanan RI 2014 – 2019 yang berasal dari kampung Mesir, Bahuga Kabupaten Way Kanan.

Setelah menjadi pegawai di KMKB, Hipni kembali pulang ke kampung halamannya bertugas sebagai klerk atau juru tulis pada kantor wedana sebagai asisten wedana di Kotabumi, Lampung Utara. H. Hipni juga pernah menjadi Camat di Kecamatan Pakuon Ratu yang sekarang berada di wilayah administratif Kabupaten Way Kanan 1965-1967 lalu dimutasikan kembali di Kecamatan Ketapang. Sebagai pegawai negeri sipil H. Hipni pensiun pada 21 Januari 1970.

H. Hipni hidup di beberapa era yang penting yakni di era pra kemerdekaan, kemerdekaan, orde lama dan orde baru tentu dilalui dengan suka dan duka, dapat dibayangkan bagaimana ketokohannya pada saat itu, seorang perwira religius lalu menjadi aparatur sipil negara, membuat kita sebagai generasi penerus harus terus menggali nilai-nilai yang dapat dipetik dari para pahlawan terdahulu, nilai-nilai rela berkorban, nilai-nilai keislaman, keluhuran, pengabdian dan cinta tanah air menjadi sikap yang penting di era yang sangat terbuka seperti hari ini.

Setelah tidak lagi menjadi pegawai negeri sipil, H. Hipni masih terus melaksanakan tanggungjawab nya sebagai warga negara dalam rangka mengisi dan memperkokoh kemerdekaan.

Dalam karir politiknya, H. Hipni sempat kembali duduk di Gedung Parlemen DPRD Lampung Utara periode 1976/1977 melalui Partai Golkar, kemudian H. Hipni aktif di organisasi para perintis kemerdekaan sebagai Sekretaris Perintis Kemerdekaan RI Lampung pada 1977/1982. H. Hipni berperan aktif dalam organisasi Perintis Kemerdekaan RI, baginya, ia mengikuti 3 kali Musyawarah Besar Perintis Kemerdekaan RI di Jakarta sejak tahun 1973, kemudian hadir dalam Musyawarah Besar di Palembang pada tahun 1977 dan Musyawarah Besar Perintis Kemerdekaan tahun 1987 di Padang, Sumatera Barat. H. Hipni berangkat Mubes Perintis Kemerdekaan RI terakhir sebagai Wakil Ketua Perintis Kemerdekaan RI Cabang Lampung.

Sederet penghargaan yang diterima H. Hipni dalam perjuangannya membantu usaha Kemerdekaan bangsa patut diapresiasi dalam momen peringatan Hari Pahlawan, Selain mengenang jasa para pahlawan terdahulu, bagi generasi penerus banyak pelajaran dan hikmah yang dapat dipelajari untuk mengakulturasi jiwa nasionalisme dan spirit religiusitas di tengah era post-modernisme yang makin hari dikhawatirkan akan mengikis peradaban bangsa Indonesia.

Aktivitas sosial politik H. Hipni pada masa lampau menambah kolase sejarah nasionalisme di Provinsi Lampung khususnya untuk meningkatkan jiwa kesadaran heorisme masyarakat hari ini. Tidak hanya itu, H. Hipni juga tidak lepas dari sejarah berdirinya Pabrik gula Bunga Mayang yang berdiri pada tanggal 2 Mei 1982. Mewakili masyarakat Sungkai Bunga Mayang, Dirinya meresmikan Pembangunan Pabrik diera Presiden Soeharto itu. Bukan hal tanpa sebab, Atasnama masyarakat Sungkai Bunga Mayang dalam peresmian itu karena sosok H. Hipni memiliki peranan penting dalam sejarah berdirinya pabrik serta pemberian nama pabrik gula bunga mayang.

Sederet penghargaan yang diterima Hipni dari era Presiden Soekarno yakni Surat Tanda Jasa Pahlawan pada tahun 1958 dan Surat Tanda Penghargaan Satya Lencana Penegak yang diteken oleh Jenderal Soeharto tahun 1967, Penghargaan Anggota Perintis Kemerdekaan RI tahun 1961. Bintang Gerilya yang diberikan Presiden disaat itu, Menegaskan pengakuan negara terhadap perjuangan H. Hipni.

Tanda Jasa sebagai Pahlawan perintis kemerdekaan Indonesia, membuat H. Hipni memiliki sepetak hak liang lahat untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Namun, sebelum berpulang H. Hipni memberikan pesan kepada keluarga agar kelak jika dirinya berpulang menghadap sang ilahi, Tidak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Tanjung Karang, namun ia meminta dimakamkan di Pemakaman Keluarga yang berada dikampung Halamannya di Ketapang Lampung Utara.

H. Hipni seorang pahlawan yang hidup di dua musim, tokoh yang tidak melupakan darimana ia pergi dan kemana ia harus berpulang, seorang tokoh adat Lampung Pepadun yang dihargai semasa hidupnya, konon pada kunjungan Presiden Soekarno ke Kotabumi pada 28 Juni 1948, H. Hipni ikut menyambut kedatangan Bunga Karno dan selalu berdampingan dengan Sang Putera Fajar itu.

Pahlawan yang enggan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan. Sunyi dari hiruk pikuk catatan sejarah kepahlawanan, mungkin H. Hipni ingin memberikan pelajaran agar anak-cucunya dan generasi penerus harus mengetahui bahwa pernah hidup seorang pejuang kemerdekaan nan religius dan berjiwa kesatria.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *